Rabu, 27 Mei 2009

Analisis Kebutuhan Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Tenga Kependidikan

FELIX FERRYANTO LUKMAN, 2008. Analisis Kebutuhan Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Tenga Kependidikan (Studi Kasus di PTN XYZ, Jawa Tengah). Dibawah bimbingan Dr. Ir. ILLAH SAILAH, MS dan Ir. MOELYADI, MM

Dalam rangka menghadapi globalisasi yang demikian laju, dibutuhkan lembaga pendidikan yang mencetak insan-insan yang handal dan mumpuni di bidangnya. Hal ini sejalan dengan misi pendidikan di Indonesia yaitu menghasilkan insan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Saat ini lembaga pendidikan atau dalam hal ini perguruan tinggi merupakan pusat keunggulan (center of excellent), dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) yang didukung oleh tenaga administratoris profesional dalam rangka mengimplementasikan pelayanan pendidikan secra prima. Tenaga kependidikan perguruan tinggi negri (PTN) merupakan bagian pegawai negeri sipil (PNS) yang tunduk pada peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia. Namun di perguruan tinggi negri (PTN) masih banyak tenaga kependidikan yang berstatus tenaga honorer, yang belum diangkat menjadi pegwai negri sipil (PNS), tetapi memiliki tuntutan untuk berkinerja dengan baik.

Pengembangan tenaga kependidikan di perguruan tinggi harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan (suistainanble), untuk menciptakan individu - individu yang memiliki kompetensi di bidangnya. Pada implementasinya awalnya diperlukan peningkatan mentalitas (soft skill) seperti: perbaikan pola pikir, persepsi, dan perilaku, yang akan mendukung proses selanjutnya yaitu peningkatan kemampuan/pengetahuan (hard skill). Karena dasar dari segala kemajuan seorang manusia adalah keinginannya untuk maju dan berkembang. Permasalahan tentang kualitas tenaga kependidikan sering menjadi hambatan bagi perguruan tinggi sebagai suatu organisasi untuk berkembang, karena pada dasarnya tugas fungsional adalah kombinasi dari tugas pokok dan tugas penunjang. Yang keduanya harus berjalan dan bersinergi satu dan lainnya. PTN XYZ adalah salah satu perguruan tinggi negri (PTN) ternama di daerah Jawa Tengah memiliki 1397 orang tenaga kependidikan yang bergerak di bidang arsiparis, administratif, pustakawan, dan laboran/teknisi. Dari jumlah tesebut 797 orang adalah PNS dan 600 orang sebagai honorer. Dalam rangka menghadapi perubahan status PTN XYZ dari perguruan tinggi negri (PTN) menuju ke perguruan tinggi badan hukum milik negara (PT BHMN) yang berarti meningkatnya desakan otonomi untuk menuju kemandirian seutuhnya dan tata pengelolaan organisasi yang baik (good governance) seperti profesionalitas, pelayanan prima, serta kecepatan dan ketepatan. Saat ini pelatihan di PTN XYZ masih bergantung kepada pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, namun di sisi lain pemerintah juga sudah memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Dengan demikian sudah seyogyanya perguruan tinggi negri merencanakan dan melakukan pelatihan secara mandiri. Namun hingga saat ini PTN XYZ belum melakukan pendataan untuk jenis dan jumlah pelatihan yang harus diselenggarakan. Permasalahan yang terjadi di PTN XYZ saat ini adalah pelatihan yang sebelumnya telah diikuti oleh tenaga kependidikan di PTN XYZ apakah telah sesuai dengan keinginan serta tuntutan profesionalisme pekerjaan dan tantangan di masa depan, apakah pelatihan yang dibutuhkan telah mencukupi dalam menghadapi tantangan di masa depan, serta ada tidaknya korelasi antara pelatihan dengan kinerja. Dari rumusan permasalahan di atas, penelitian ini memiliki tujuan Mengevaluasi pelatihan yang telah ada dan merumuskan kebutuhan pelatihan bagi tenaga kependidikan, mengidentifikasi dan mengetahui kebutuhan pelatihan tenaga kependidikan di tiap fakultas di lingkungan PTN XYZ dalam rangka persiapan perubahan status menjadi PT BHMN, serta mengetahui korelasi antara pelatihan dengan kinerja tenga kependidikan di PTN XYZ. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2008 bertempat di PTN XYZ, Jawa Tengah. Mtode penelitian menggunakan metode deskriptif, dengan pendekatan studi kasus (case study). Data menggunakan data primer dan sekunder, dengan teknik penentuan responden secara sensus seluruh kepala sub bagian (kasubbag) dan kepala bagian (kabag) di seluruh fakultas di lingkungan PTN XYZ. Analisis kebutuhan pelatihan menggunakan metode training needs assasement tools (T - NAT) dan disinergikan dengan butir - butir SDM professional. Persepsi responden terhadap pelatihan dilakukan dengan menggunakan teknik rentang criteria, sedangkan korelasi antara pelatihan dan kinerja menggunakan analisis korelsi Rank Spearman.
Hasil dari penelitian ini adalah secara global atau keseluruhan kasubbag di fakultas saat ini tidak memerlukan pelatihan untuk menjalankan tugas jabatannya. Akan tetapi kondisi tersebut adalah kondidi saat ini, dimana responden masih berada dalam lingkup organisasi perguruan tinggi negeri (PTN), yang hampir semua manajemen pekerjaan masih menggunakan sistem up to bottom , dalam artian telah diatur dan direncanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI).
Sejalan dengan akan berubahnya status PTN XYZ menjadi badan hokum milik negara (BHMN), yang menuntut profesionalisme dalam penguasaan dan penerapan manajemen dan mengacu hasil wawancara dan kuisioner pertanyaan terbuka (open question), mayoritas responden (94%) mengetahui akan rencana perubahan status tersebut, dan ternyata untuk menindaklanjuti rencana perubahan status tersebut, sebanyak 25 responden atau 76 % populasi menginginkan pelatihan tambahan diluar pelatihan wajib jabatan (SPAMEN, SPAMA, ADUM, dll) untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitas mereka. Hasil analisis kebutuhan pelatihan (AKP) dengan metode T-NAT, untuk masing-masing kepala sub bagian (Kasubbag) per fakultas yang ada di PTN XYZ memiliki hasil beragam. Fakultas yang memerlukan pelatihan, tetapi tidak mendesak adalah FT, FE, Faperta, dan FMIPA. Secara garis besar ada dua jenis pelatihan yang dibutuhkan untuk mengakomodir kebutuhan pelatihan itu, yaitu: pelatihan teknis jabatan dan pelatihan non teknis jabatan atau biasa disebut pelatihan peningkatan motivasi (Achievment Motivation Training/AMT).
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pelatihan untuk masing-masing kepala sub bagian di fakultas dihasilkan tiga peringkat (rangking) teratas yang membutuhkan pelatihan adalah manajemen pelayanan barang perlengkapan, penyususnan laporan bagian dan sub bagian, dan mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data kependidikan tingkat fakultas. Pelatihan yang dapat dilakukan adalah pelatihan pelayanan prima dan pelatihan administrasi serta statistik. Dari analisis persepsi, responden menginginkan adanya pelatihan tambahan diluar pelatihan yang telah ada dan yang pernah diikuti di PTN XYZ saat ini. Hal ini dikarenakan mayoritas responden telah menyadari dan mengetahui akan adanya perubahan status PTN XYZ menjadi PT BHMN, yang berimplikasi pengelolaan kampus secara otonomi, dan responden merasa belum cukup siap untuk menghadapinya. Perhitungan rank spearman tentang korelasi antar pelatihan dan kinerja, didapat hasil bahwa pelatihan memiliki korelasi yang kuat dengan kinerja. Dari hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan pertama adalah dilakukannya analisis kebutuhan pelatihan (AKP) lebih lanjut dan mendetil untuk menentukan kebutuhan pelatihan yang lebih spesifik dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan. Analisis kebutuhan dapat menggunakan metode training needs assasement tools (T-NAT) dan dapat dikombinasikan dengan metode analisis lainnya, serta didukung oleh keseriusan, kejujuran, dan antusiasme dari responden. Kedua, analisis kebutuhan pelatihan (AKP) dengan metode T-NAT ini, juga disarankan untuk bagian staff pimpinan dan tenaga pengajar, agar seluruh lini di PTN XYZ memiliki kondisi dan kesiapan yang optimal dalam menghadapi dan melaksanakan rencana otonomi kampus di masa mendatang, dan dilakukan analisis kebutuhan pelatihan pada tingkat pusat, yaitu rektorat PTN XYZ. Pelatihan untuk staff di tingkat pusat ini, diperlukan karena posisi pusat sebagai koordinator dan pengawasan bagi pelaksanaan otonomi kampus kedepannya.

Sumber: http://elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=mbipb-12312421421421412-felixferry-826

Tidak ada komentar: