Minggu, 31 Mei 2009

Pembinaan Kesiswaan

Pembangunan di bidang pendidikan diarahkan kepada pengembangan sumberdaya manusia yang bermutu tinggi, guna memenuhi kebutuhan dan menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. Melalui pendidikan, sumberdaya manusia yang bersifat potensi diaktualisasikan hingga optimal; dan seluruh aspek kepribadian dikembangkan secara terpadu.

Sejalan dengan peningkatan mutu sumberdaya manusia, Departemen Pendidikan Nasional terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (Direktorat PSMP), Ditjen Mandikdasmen, dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya, baik pengembangan mutu pembelajaran, pengadaan sarana dan prasarana, perbaikan manajemen kelembagaan sekolah, maupun pembinaan kegiatan kesiswaan.

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah tidak hanya terpaku pada pencapaian aspek akademik, melainkan aspek non-akademik juga; baik penyelenggaraannya dalam bentuk kegiatan kurikuler ataupun ekstra-kurikuler, melalui berbagai program kegiatan yang sistematis dan sistemik. Dengan upaya seperti itu, peserta didik (siswa) diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang utuh; hingga seluruh modalitas belajarnya berkembang secara optimal.

Di samping itu, peningkatan mutu diarahkan pula kepada guru sebagai tenaga kependidikan yang berperan sentral dan strategis dalam memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik di sekolah. Peningkatan mutu guru merupakan upaya mediasi dalam rangka pembinaan kesiswaan. Tujuan dari peningkatan mutu guru adalah pengembangan kompetensi dalam layanan pembelajaran, pembimbingan, dan pembinaan kesiswaan secara terintegrasi dan bermutu.

Dengan demikian, dalam pembinaan kesiswaan terlingkup program kegiatan yang langsung melibatkan peserta didik (siswa) sebagai sasaran; ada pula program yang melibatkan guru sebagai mediasi atau sasaran antara (tidak langsung). Namun, sasaran akhir dari kinerja pembinaan kesiswaan adalah perkembangan siswa yang optimal; sesuai dengan karakteristik pribadi, tugas perkembangan, kebutuhan, bakat, minat, dan kreativitasnya.

Sumber: http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/pembinaan-kesiswaan/

Manajemen sarana dan prasarana Islam

Pada 1950an, tepatnya setelah 5 tahun Indonesia merdeka, pemerintah telah melakukan suatu usaha-usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya generasi muda. Meskipun berjalan dengan apa adanya, beberapa lembaga pendidikan telah didirikan mulai tingkat Sekolah Dasar sampai ke Perguruan tinggi.

Pada masa itu, peralatan, sistem penerangan, sistem persuaraan (mikrofon) adalah sangat-sangat sederhana, sesuai dengan apa yang ada di tempat-tempat tersebut. Jangan tanya lagi tentang sistem visual, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Semuanya serba terbatas. Tidak ada rotan, akar pun ok. Pokoknya pendidikan harus berjalan. Lain halnya dengan keadaan sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan pesatnya, sehingga menuntut kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan itu sendiri.

Bertolak dari semua itu, kelengkapan atau canggihnya suatu sarana dan prasarana pendidikan sebenarnya bukan suatu kesempurnaan atau tidak dapat dijadikan ukuran, jika tidak dikelola dan didayagunakan dengan baik dansesuai dengan fungsinya. Dari sinilah pentingnya manajemen dalam pendidikan diterapkan. Dan hal ini kita kenal dengan sebutan Manajemen Sarana Dan Prasarana Pendidikan Islam (khususnya dalam lembaga pendidikan Islam).

Sumber: http://ridu0ne.wordpress.com/2008/12/16/manajemen-sarana-dan-prasarana-pendidikan-islam/

Sistem evaluasi formal dan nonformal terhadap pengajar di Jepang

Sistem Evaluasi adalah sistem yang menjadi mutlak dalam proses belajar mengajar. Guru mengevaluasi kemampuan siswa adalah hal yang sudah biasa, tetapi siswa yang menilai pengajaran guru barangkali masih langka di negara kita.

Selama menjadi pengajar part time di sebuah lembaga bahasa yang cukup bonafid dengan cabang yang hampir ada di seluruh dunia, saya sudah 3 kali mendapatkan evaluasi. Saya memulai karir di sana dengan kritikan cara mengajar, disiplin waktu, dll yang kadang-kadang membuat saya ingin berhenti saja. Atasan saya kadang-kadang menempatkan saya di ruang bervideo dan mengamati cara mengajar. Tindakan ini semula menyakitkan tapi lama-lama saya bisa menerimanya dengan lapang dada, kritikannya cukup membangun. Siswa biasanya mengisi lembaran evaluasi yang tidak ditunjukkan kepada pengajar. Hasil total evaluasi dalam bentuk persentase hanya disampaikan kepada atasan secara langsung kepada pengajar. Berdasarkan hasil evaluasi yang diberikan oleh siswa dan atasan, maka jumlah jam dan kepercayaan untuk mengampu kelas akan ditentukan.

Saya juga mengajar di sebuah lembaga bahasa kecil dengan manajer yang sudah seperti bapak sendiri. Semula hanya satu siswa yang saya pegang yang kemudian bertambah menjadi dua, dan selanjutnya semakin bertambah. Saya senang mengajar mereka, dan saya lebih-lebih menjadi senang ketika mereka bersemangat dan senang belajar bahasa Indonesia. Banyak yang menjadi murid saya dalam jangka waktu yang lama. Kadang-kadang saya khawatir mereka menjadi bosan, tapi kelihatannya tidak,sebab mereka minta diajar setiap minggu. Penilaian di lembaga ini tidak berlangsung secara resmi, tetapi manajer biasanya menanyakan secara basa-basi kepada siswa dalam obrolan biasa tentang kelas yang diberikan oleh seorang pengajar.Dari situ biasanya manajer secara obrolan biasa juga menyampaikan kepada pengajar hasil penilaian siswa, misalnya : kelas anda menarik, atau karena banyak percakapan, murid-murid sangat senang. Tetapi kadang-kadang pula langsung memuji dan ujung-ujungnya biasanya mempercayakan setiap ada murid baru.

Di semua universitas di Jepang telah diberlakukan sistem evaluasi terhadap dosen yang dilakukan oleh mahasiswa. Sistem evaluasi ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki pengajaran, tetapi kadang-kadang mahasiswa mengisinya dengan malas atau sangat dipengaruhi oleh senang tidaknya dia dengan pelajaran bersangkutan.

Ada 4 poin utama yang dinilai yaitu :

  1. Partisipasi/Kehadiran/Keaktifan siswa dalam kuliah bersangkutan (ada 3 poin yang ditanyakan)
  2. Tentang perkuliahan secara umum (ada 4 poin)
  3. Tentang pengelolaan kelas, misalnya ketepatan waktu, keseriusan guru menegur siswa yang terlambat atau melakukan kejahilan di kelas, dll (ada 7 poin)
  4. Penilaian secara umum (4 poin).

Dan ada kolom khusus untuk memberikan tanggapan bebas kepada dosen pengajar.

Hasil evaluasi seperti ini sangat bermanfaat bagi para pengajar. Saya biasanya memberikan lembaran khusus kepada mahasiswa untuk menulis apa saja tentang kelas yang saya pegang, sebab saya pikir akan lebih mudah mengetahui keinginan siswa dalam bentuk uraian daripada sekedar angka yang berupa persentasi.

Tetapi selain bentuk formal seperti itu, pernyataan langsung mahasiswa misalnya “kuliah Ibu menarik dan membuat saya ingin mengambilnya lagi semester depan” adalah juga bentuk evaluasi yang jujur.

Tulisan asli dari artikel ini dan artikel menarik lainnya sekitar dunia pendidikan dapat juga langsung diakses melalui: Sistem Evaluasi Terhadap Pengajar

Murni Ramli. Lulusan Institut Pertanian Bogor ini pernah berprofesi sebagai tenaga pendidik di dua sekolah berasrama (boarding school) di Bogor. Dalam kesibukannya saat ini sebagai Kandidat Doctor (PhD) di bidang Manajemen Sekolah di Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan, Beliau sangat aktif menulis tentang informasi dan pandangannya seputar manajemen & dunia pendidikan serta berbagai informasi menarik tentang negeri, budaya dan pandangan orang-orang Jepang. Pemilik blog “Berguru” ini juga sangat menyenangi dunia Penelitian dan Pengembangan serta mempelajari berbagai bahasa sehingga bisa menguasainya dengan cukup baik, di antaranya: Bahasa Inggris, Jepang, Arab, Jawa, Bugis dan sedikit Bahasa Sunda.

Sumber: http://indosdm.com/sistem-evaluasi-formal-dan-nonformal-terhadap-pengajar-di-jepang

Renungan terhadap Hasil Evaluasi Belajar

Oleh : Edy Yusmin
HASIL evaluasi belajar (kelulusan) siswa dijenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah cukup memprihatinkan, baik bagi siswa, orangtua, maupun masyarakat umumnya. Bahkan seorang pengamat pendidikan mengatakan bahwa kenyataan ini menunjukkan mutu pendidikan di Kalbar masih rendah. Ironisnya beberapa waktu sebelumnya ada sebagian pejabat terkait mengatakan optimis UAN meningkat dan lebih baik dari tahun sebelumnya (Pontianak Post, 7 Juni 2005), Diknas Kalbar Optimis Siswa Lulus 99 Persen (Pontianak Post, 13 Juni 2005), Dewan dan Diknas Kota Optimis Siswa SD Lulus 100 Persen (Pontianak Post, 14 Juni 2005).

Namun dibalik kenyataan tersebut, semua komponen yang merasa terlibat dengan proses pendidikan di Kalbar ini perlu melakukan renungan dan evaluasi diri masing-masing, serta tidak saling menyalahkan atau melempar tanggungjawabnya.

Para pakar pendidikan mengatakan bahwa keberhasilan belajar dipengaruhi oleh berbagai komponen. Oleh karena itu setiap pihak terkait perlu merenungkan apa saja yang telah dilakukan selama ini?

Bagi para pendidik sebagai tenaga lapangan yang terlibat langsung dengan proses pembelajaran, apakah benar telah melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan profesinya? Apakah benar yang telah dipaparkan dari hasil penelitian bahwa sebagian guru belum atau tidak sering melakukan evaluasi-evaluasi formatif? Pernahkah para guru mencermati kesulitan belajar siswanya dan faktor penyebabnya? Bagi guru-guru yang telah mengikuti pelatihan-pelatihan peningkatan mutu, apakah pernah atau sering menerapkan hasilnya setelah kembali dari pelatihan?

Ketika dilakukan peninjauan kebeberapa sekolah, ternyata tidak begitu tampak perbedaan aktivitas pembelajaran yang dilakukan antara guru yang telah mengikuti suatu pelatihan dengan guru yang sama sekali belum mengikuti pelatihan. Bahkan ada guru/sekolah yang baru siap dengan media pembelajarannya ketika dikunjungi/ditinjau. Namun ada juga para pendidik di suatu sekolah sudah siap dengan perubahan/kebijakan yang sedang dilakukan.

Bagi para Kepala Sekolah yang bertugas memfasilitasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, apakah benar-benar sudah memberikan fasilitas yang layak dan memadai? Apakah para Kepala Sekolah tahu media/alat pembelajaran yang dibutuhkan para guru dengan mencermati media/alat yang tercantum di setiap Rencana Pembelajaran yang dibuat guru? Kenyataan dilapangan menunjukkan ada sebagian guru di salah satu SMP yang mengeluh karena harus menyediakan alat /media pembelajaran sendiri, atau memfotocopy sendiri bahan yang akan dibagikan kepada siswanya. Apakah dana-dana hibah untuk peningkatan mutu seperti BOMM telah digunakan secara tepat?

Bagi para penilik dan pengawas yang bertanggung jawab dalam memonitoring dan mengevalausi proses pembelajaran oleh guru, apakah benar telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan jabatan pengawas? Apakah benar yang dipaparkan dari hasil penelitian bahwa pengawas/penilik sebagian besar hanya melakukan monitoring dibidang administratif? Apakah pembagian waktu tugasnya di lapangan sudah proporsional?

Pejabat dinas terkait perlu merenungkan apakah telah menempatkan kepala-kepala sekolah secara tepat dan benar, sehingga diharapkan mampu mengelola unit sekolahnya dan dapat memberdayakan para guru? Apakah telah memberikan dukungan yang memadai demi terciptanya proses pembelajaran yang berkualitas? Apakah pertanyaan-pertanyaan optimis di atas punya dasar yang kuat?

Bagi para anggota tim penyusun alat evaluasi, apakah instrumen yang disusun telah memenuhi kriteria sebagai alat instrumen yang baik atau valid, ataukah instrumen evaluasi dibuat mengukur kemampuannya sendiri yang sudah menjadi sarjana? Apakah sudah dilakukan analisis terhadap standar penguasaan minimal materi bagi siswa yang mengikutinya di setiap jenjang pendidikan dalam menyusun evaluasi?

Khusus bagi para siswa yang mengikuti evaluasi, apakah benar-benar sudah mempersiapkan diri menghadap

sumber: http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=93494

Pesantren Lebih Percaya Diri

JAKARTA, SELASA- Pesantren yang berada di pelosok kampung, bisa tampil lebih percaya diri dengan keberadaan komputer yang terhubung dengan jaringan internet. Apalagi, jika masyarakat sekitarnya sebagian besar masih asing dengan internet.

Demikian disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren An Nizhomiyah Tubagus Encep dalam rembug program pembelajaran terbuka dan jarak jauh yang memanfaatkan pembelajaran melalui internet di Jakarta, Selasa (8/4).

"Meski kami di kampung, karena punya koneksi internet, kami merasa tersambung dengan dunia luar dan tidak buta informasi tentang apa saja yang terjadi di dunia," ujarnya Menurut Tubagus, keikutsertaan pesantrennya dalam program pembelajaran jarak jauh ini juga mampu meningkatkan posisi tawar pesantrennya, bukan saja di masyarakat sekitar, tetapi juga pemerintah daerah.

"Santri kami juga lebih percaya diri dan harga diri naik. Merasa kaya, meski ditengah himpitan ekonomi yang sulit," ujarnya.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/04/08/13002774

Pemerintah Rumuskan Pembelajaran Peduli Lingkungan

SURABAYA, RABU -Menneg Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyatakan Menneg LH telah sepakat dengan Mendiknas untuk merumuskan pembelajaran yang menanamkan kepedulian kepada lingkungan sejak dini.

Hal itu dikemukakan Meneg LH Rachmat Witoelar dalam studium generale bertajuk "Peran Strategis
Indonesia dalam Mengatasi Perubahan Iklim" di Rektorat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu petang.

Dalam kegiatan akhir pekan bulan Ramadhan 1429 H yang juga dihadiri aktivis lingkungan hidup Erna Witoelar dan Rektor Unair Prof Dr Fasich Apt itu, Menneg LH menyatakan kesepakatan dengan Mendiknas itu perlu dirumuskan dalam aksi riil.

"Aksi riil itu antara lain dengan mengkampanyekan sikap peduli lingkungan melalui bintang-bintang cilik anak-anak, karena itu saya berharap Unair juga turut mengambil peran strategis dalam aksi riil itu," katanya.

Ada tiga langkah strategis yang dapat dimainkan Unair yakni mengkaji sifat kekhasan alam Jawa Timur sebagai rona lingkungan strategis.

Langka lainnya, memberikan kajian ilmiah terhadap potensi sumber daya alam dan faktor resiko dalam proses pemanfaatannya, serta menganalisa kompleksitas masalah kekinian (lumpur, dampak sosial, dan keanekaragaman hayati).

"Peran strategis yang dimainkan itu harus merujuk pada hasil Bali Roadmap sebagai komitmen internasional atau Millenium Development Goals (MDGs)," katanya.

Menurut dia, Bali Roadmap merupakan hasil nyata
Indonesia sebagai tuan rumah dalam pertemuan internasional yang hasilnya banyak diakui internasional dibanding hasil-hasil pertemuan lainnya.

"Untuk itu, aksi riil ke depan harus merujuk pada MDGs dengan memastikan keberlanjutan fungsi LH yakni membalik arah kecenderungan hilangnya sumber-sumber LH, mengurangi 50 persen proporsi manusia tanpa akses air minum yang aman dan berkelanjutan, serta mencapai tingkat perbaikan hidup yang jauh lebih baik bagi minimum 100 juta pemukim lingkungan kumuh," katanya.

Dalam `Bali Action Plan` juga telah diproses negosiasi untuk pasca2012, diantaranya melakukan kegiatan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, seperti kekeringan dan banjir.

"Negosiasi lainnta, upaya mereduksi emisi GRK, upaya mengembangkan dan memanfaatkan climate friendly technology, serta pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi. Tentunya, dengan menetapkan jadwal penyelesaiannya pada tahun 2009," katanya.

Menanggapi tawaran itu, Rektor Unair Prof Dr Fasich mengatakan Unair dengan beberapa program studi yang ada akan senantiasa membuat kajian-kajian dalam menyikapi perubahan iklim tropis.

"Misalnya, kami mengatasi wabah flu burung sebagai bagian lain dari dampak perubahan lingkungan, kemudian kami juga melakukan penelitian-penelitian penyakit yang timbul akibat perubahan iklim itu," katanya.

Selain itu, katanya, Unair juga melakukan kajian terhadap ikan dan sumberdaya alami yang tidak tampak keberadaannya, namun memiliki potensi yang tak ternilai terhadap pembangunan fisik dan psikis manusia, khususnya manusia
Indonesia.

"Teknologi pakan ternak yakni konsentrat, pengendalian efek gas buang, dan penemuan enzim alami sebagai pupuk organik telah ditemukan peneliti-peneliti Unair yang diharapkan menunjang usaha perbaikan lingkungan hidup di masa depan," katanya.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/24/2329401/pemerintah.rumuskan.pembelajaran.peduli.lingkungan

Pembelajaran Tari Gembira Pada Anak Tunarungu SDLB Kelas IV Di SDLB B Pertiwi Ponorogo

oleh: Anita Endang Asmorowati

Salah satu Sekolah Dasar Luar Biasa di Ponorogo yang menyelenggarakan pembelajaran seni tari adalah SDLB B Pertiwi Ponorogo. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian adalah; bagaimana pembelajaran “Tari Gembira” pada pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian bidang seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo dan apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran “Tari Gembira” pada pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian bidang seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo dan mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik telaah dokumen, observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan. Dan untuk mengecek keabsahan data dilakukan dengan trianggulasi yang terdiri dari trianggulasi sumber dan trianggulasi metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kelayakan dan kepatutan untuk menjadi guru seni tari tidak harus berlatar belakang dari jurusan Pendidikan Seni Tari. Menjadi guru seni tari di SDLB harus berlatar belakang dari Pendidikan Luar Biasa (PLB). Untuk menjadi guru seni tari yang kompeten perlu dibekali pelatihan dan pembelajaran tari secara mendalam. (2) Perangkat mengajar yang dibuat oleh guru seni tari adalah rencana pembelajaran dan silabus. Materi yang diajarkan pada kelas IV di SDLB B Pertiwi Ponorogo adalah “Tari Gembira”. Tarian ini merupakan hasil karya cipta dari guru seni tari yang bersangkutan. Gerakan “Tari Gembira” diperoleh dari pengalamannya ketika mengikuti penataran dan pelatihan tari, mengikuti kursus di sanggar tari serta dengan melihat CD tari. (3) Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM), dalam pembelajaran ini guru menggunakan metode manual/isyarat, metode latihan/drill dan metode demonstrasi. (4) Penilaian hasil pembelajaran, mencakup 2 aspek yaitu aspek afektif dan aspek psikomotorik. Penilaian harus berdasarkan dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. (5) Faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo ini adalah; minat siswa, kebijakan kepala sekolah yang tetap melaksanakan pembelajaran seni tari meskipun tidak memiliki guru yang mengajar bidang studi seni tari, guru seni tari yang telah membantu kelancaran pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo serta sarana prasarana yang menunjang di dalam pelaksanaan pembelajaran seni tari. Adapun faktor penghambat adalah keterbatasan kemampuan guru seni tari yang tidak bisa menyampaikan materi seni tari sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar (1) Pengorganisasian perangkat pembelajaran sebaiknya tetap dilaksanakan sehingga guru mempunyai pegangan atau pedoman dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dan berusaha semaksimal mungkin agar kegiatan pembelajaran di kelas sesuai dengan perangkat pembelajaran yang telah dibuat. Penilaian hendaknya dilakukan berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secar optimal. (2) Pihak sekolah diharapkan dapat meningkatkan serta menambah jumlah sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar kelayakan. Keberadaan sarana prasarana yang memadai akan membuat proses belajar mengajar berlangsung secara efektif dan efisien. (3) Konsep pembelajaran seni tari dan hubungan antara pembelajaran seni tari dengan kondisi pendengaran siswa tunarungu dapat dikaji secara mendalam pada penelitian selanjutnya. (4) Diharapkan adanya perhatian khusus dari Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo untuk mengupayakan tersedianya guru bidang studi seni tari. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

Sumber: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/seni-desain/article/view/427

Pembelajaran Aktif-Reflektif

Learning being a journey, not a destination (Bilveer Singh, 2004). Filosofi ini nampaknya perlu terus disampaikan kepada kita semua untuk memberikan kesadaran bahwa pembelajaran adalah sebuah proses dan bukan sekedar tujuan. Sebagai sebuah proses maka pembelajaran akan dilakukan terus menerus dan sebenarnya tidak akan pernah berhenti selama kita masih hidup (life-long learning).

Model pembelajaran aktif-reflektif pada prinsipnya adalah menggabungkan model pembelajaran aktif (active learning) dan model pembelajaran reflektif (reflective learning). Model pembelajaran aktif-reflektif ini juga mencoba mengadopsi model pedagogi ignasian. Model pembelajaran ini nampaknya cocok untuk diterapkan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta dalam upaya menciptakan atau menghasilkan lulusan atau insan yang unggul dan humanis.

Secara pedagogis pembelajaran aktif (active learning) adalah proses pembelajaran yang tidak hanya didasarkan pada proses mendengarkan dan mencatat. Menurut Bonwell dan Eison (1991) pembelajaran aktif adalah melibatkan mahasiswa dalam melakukan sesuatu dan berpikir tentang apa yang mereka/mahasiswa lakukan. Menurut Simons (1997) pembelajaran aktif memiliki dua dimensi, yaitu pembelajaran mandiri (independent learning) dan bekerja secara aktif (active working). Independent learning merujuk pada keterlibatan mahasiswa pada pembuatan keputusan tentang proses pembelajaran yang akan dilakukan. Active working merujuk pada situasi dimana pembelajar/mahasiswa ditantang untuk menggunakan kemampuan mentalnya saat melakukan pembelajaran. Pembelajaran aktif mendasarkan pada asumsi bahwa pembelajaran pada dasarnya adalah pencarian secara aktif pengetahuan dan setiap orang belajar dengan cara yang berbeda (Meyers dan Jones, 1983)

Pembelajaran reflektif (reflective learning) memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan analisis atau pengalaman individual yang dialami dan memfasilitasi pembelajaran dari pengalaman tersebut. Pembelajaran reflektif juga mendorong peserta didik untuk berpikir kreatif, mempertanyakan sikap dan mendorong kemandirian pembelajar. Pembelajaran reflektif melihat bahwa proses adalah produk dari berpikir dan berpikir adalah produk dari sebuah proses (Donald F. Favareau, 2005).

Pembelajaran aktif-reflektif pada dasarnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan melibatkan pengalaman dirinya sebagai bahan pembelajaran untuk membantu dalam membentuk sebuah pengetahuan dan merangsang peserta didik untuk berpikir kreatif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan nyata dalam kehidupan. Pembelajaran aktif-reflektif juga menghargai keunikan dan kemampuan individu dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif-reflektif akan sangat membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai sebuah pribadi, karena pengetahuan yang diperoleh peserta didik bukan hanya berasal dari pengetahuan atau teori orang lain akan tetapi juga dibantu dengan pengalaman nyata dari diri peserta didik. Kondisi pembelajaran tersebut akan sangat membantu dalam pembentukan pribadi yang dewasa, mandiri dan kreatif.

Model pembelajaran aktif-reflektif juga sejalan dengan arah dasar pendidikan yaitu proses seseorang men-transformasi-kan diri dg terus menerus dan terpadu utk membangun harapan makin jadi manusia yg mandiri dalam kebersamaan (inkorporasi) dengan alam, manusia lain dan akhirnya dengan allah sendiri (Mardiatmadja, 2006).

Dalam penerapannya di kelas model pembelajaran ini pada dasarnya meminta semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran yaitu dosen dan mahasiswa untuk memiliki kemampuan merefleksikan pengalaman dan kemauan untuk membagikan pengalaman tersebut dalam proses pembelajaran di kelas. Dosen diharapkan membagikan pengalaman yang diperoleh pada saat melakukan penelitian, pengabdian pada masyarakat dan juga pengalaman hidup sehari-hari yang relevan dengan topik matakuliah kepada mahasiswa. Demikian juga mahasiswa dapat membagikan pengalamannya kepada seluruh kelas. Dengan proses tersebut diharapkan baik dosen dan mahasiswa dapat menajdi pribadi pembelajaran sepanjang hayat dan lebih independen.

sumber: http://alexjwibowo.blogspot.com/2007/02/pembelajaran-aktif-reflektif-learning.html

Pembelajaran Aktif

This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it

Pembelajaran aktif

Metode pembelajaran aktif (active learning method) diperkenalkan setelah banyak kalangan guru dan dosen merasakan ketidakpuasannya terhadap pemahaman siswa/mahasiswa terhadap materi ajar. R. A. Millikan, seorang fisikawan pemenang hadiah nobel yang terkenal dengan percobaan titik minyaknya termasuk di antara fisikawan yang sangat peduli dengan proses belajar-mengajar. Ia tidak puas dengan keadaan umum perkuliahan yang ia amati di Eropa dan di Universitas Columbia, tempat ia mengajar, pada masa itu [1,2]. Pengalaman yang sama dialami David Bligh [2,3] dan Ohmer Milton [2,4]. Berdasarkan penelitian terhadap dampak perkuliahan pada 200 kelas yang ia teliti, Bligh mendapatkan kesimpulan bahwa kuliah hanya baik untuk memberikan inspirasi dan mentransmisikan informasi, namun tidak efektif untuk mengajarkan konsep. Milton menjumpai bahwa separuh mahasiswanya yang dipilih secara acak untuk tidak mengikuti kuliah memperoleh prestasi yang sama baik dengan mahasiswa yang mengikuti kuliah. Meskipun penelitian-penelitian di atas dilakukan pada tingkat pendidikan tinggi namun kami yakin bahwa kesimpulan serupa akan diperoleh apabila penelitian yang sama dilakukan pada tingkat pendidikan menengah atas.

Sumber: http://ganeshana.org/index.php?option=com_content&task=view&id=17&Itemid=1

Menpera Akui Program 1.000 Tower sebagai Proses Pembelajaran

JAKARTA, SELASA — Program pemerintah untuk memenuhi 1.000 unit menara (tower) rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) bagi rakyat berpenghasilan menengah ke bawah merupakan proses pembelajaran semua pihak. Bukan hanya pemerintah sendiri, tetapi juga pemerintah daerah, pengembang, masyarakat, serta perguruan tinggi dan asosiasi profesi.

Pasalnya, untuk memenuhi program tersebut, harus ada koordinasi dan komitmen bersama, mulai dari penyiapan lahan bagi lokasi, aturan yang efektif dan pasti, perizinan yang mudah, pendanaan yang memadai, baik dari pemerintah maupun perbankan, serta kemudahan dan dukungan kebijakan yang penuh.

Demikian disampaikan Menteri Negara Perumahan Yusuf Asy'ari dalam keterangan pers dan sebagaimana disampaikan dalam bahan tertulis rapat koordinasi bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Selasa (20/1) petang tadi.

Dalam rapat itu hadir di antaranya Menneg BUMN Sofyan Djalil, Gubernur DKI Jakarta, Direktur Utama Perumnas Arief Himawan, dan Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria.

"Jadi, program 1.000 tower merupakan proses pembelajaran bagi kita semua, mulai dari pemerintah pusat, daerah, pengembang, masyarakat, termasuk juga kalangan akademisi dan asosiasi profesi. Ini agar di masa datang, program tersebut bisa berjalan dengan baik," tandas Yusuf Asy'ari.

Menurut Yusuf, diakui hingga kini sudah terdapat 552 pengajuan surat minat dari pengembang untuk membangun rusunami di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah itu, DKI terdapat 342 pengajuan; di luar Jakarta atau kawasan Bogor, Tangerang, dan Bekasi, tercatat 53 pengajuan; Surabaya 31 pengajuan; Bandung 36 pengajuan; Batam 60 pengajuan; dan kota-kota lainnya masing-masing 10 surat pengajuan minat.

Adapun untuk DKI sudah terdapat surat izin 43 tower yang akan dibangun di enam lokasi. Dari tiga tower yang akan dibangun, satu tower rusunami yang berlokasi di Kemayoran, Jakarta, akan selesai pada pertengahan Februari 2009. Peresmian akan diresmikan oleh Wapres Kalla.

Yusuf mengatakan, program 1.000 rusun memang semula ditargetkan 2011 mendatang dan bukan 2009. Padahal, dalam catatan Kompas, program itu semula ditargetkan lima tahun sejak 2005. Pemerintah sebelumnya menargetkan pembangunan 1.000 tower rusunami dan rusunawa di seluruh Indonesia dalam kurun waktu lima tahun hingga 2011.

Hingga saat ini, lanjut Yusuf, untuk rusunawa baru terbangun 36.000 unit dari target 60.000 unit. Adapun tower-nya akan dicapai dengan cara bertahap. Sampai dengan tahun 2009 akan selesai dibangun 100 tower lagi, meskipun targetnya hanya 25 tower saja. "Ini berarti akan tercapai 200 persen," tambah Yusuf.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/20/21223083/menpera.akui.program.1.000.tower.sebagai.proses.pembelajaran.

Menkominfo Buka Pembelajaran Jarak Jauh Pesantren

Laporan wartawan Kompas Imam Prihadiyoko

JAKARTA, SENIN- Menteri Informasi dan Komunikasi Muhammad Nuh, Senin (7/4), membuka peluncuran "Program Open, Distance, dan E-learning", untuk transformasi masyarakat Islam melalui pesantren di Jakarta. Menurut Nuh, tema yang diangkat dalam kesempatan ini adalah tema besar yang selalu relevan dan tidak pernah rampung.

"Tugas besar kita adalah transformasi dengan cara yang beragam. Tapi subtansinya adalah transformasi itu," ujarnya. Namun, menurut Nuh, dalam pembelajaran jarak jauh juga diperlukan ide. Ide yang sangat menonjol ditentukan oleh kretifitas berpikir.

"Yang tidak punya kreatifitas, tidak akan punya ide. Dan salah satu syarat kreatifitas adalah kebebasan. Tapi kebebasan akan kena hukum kebebasan yang lain. Kebebasan itu dibatasi oleh koridor agar tidak kebablasan," ujarnya.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/04/07/13102728/menkominfo.buka.pembelajaran.jarak.jauh.pesantren.

Doko Ciptakan Metode Pembelajaran IPS Menyenangkan

JAKARTA, SENIN - Metode pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dikenal membosankan. Belum lagi, satu-satunya yang akhirnya diandalkan adalah menghafal mati konsep dan teorinya. Akibatnya, para siswa kehilangan kesempatan untuk memiliki kemampuan kritis dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial.

Doko Harwanto, guru mata pelajaran Ekonomi dari SMPN 2 Wanadadi menggagas teknik pemodelan kinestetik dalam penelitian yang dipresentasikan pada hari kedua Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) di Depok, Senin (7/7). Lomba ini diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai tanggal 6-8 Juli 2008.

Teknik kinestetik dapat menekankan pada tindakan fisik dan emosional siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Pada intinya, teknik ini berpusat pada mendukung siswa belajar dengan perasaan senang dan tanpa merasa tertekan sehingga potensi otak untuk berpikir secara logis dan rasional lebih besar.

"Kalau belajar IPS, apalagi ekonomi, anak-anak seringnya mengantuk dan seringnya menghapal saja, dengan metode gerak atau menyusun balok, tentu saja dapat membantu mereka untuk belajar dengan baik," ujar Doko seusai mempresentasikan makalah penelitiannya dalam babak final Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Depok, Senin (7/7).

Aktivitas belajar yang dikembangkan dalam mata pelajaran ini adalah kata dan kotak berkait, rekonstruksi peta konsep, puzzle jigsaw dan rancang bangun konsep. Puzzle jigsaw mengajak siswa untuk merangkai kembali potongan-potongan kertas menjadi kesatuan yang utuh. Puzzle ini berisi tulisan atau gambar tentang konsep-konsep sesuai dengan materi yang dipelajari, sedangkan metode kotak bangun konsep mengajak siswa untuk menyusun kotak-kotak konsep atau subkonsep secara bertingkat sehingga membentuk konstruksi tertentu. (LIN)

Smber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/07/17595482/guru.kembangkan.metode.pembelajaran.ips.yang.menyenangkan.

Belajar Mewujudkan Mimpi sejak Belia

Oleh Nur Hidayati

”Suatu hari nanti aku akan membangun perusahaan penerbangan sendiri,” ujar Ridwan Zulfikar (15), siswa kelas III Madrasah Pembangunan Universitas Islam Negeri Jakarta.

Zulfikar tahu benar, jalan yang harus ditempuh untuk membangun perusahaan sendiri bakal panjang, tetapi ia yakin telah merintis jalan itu.

Sejak duduk di kelas I sekolah menengah pertama, Zul—demikian Zulfikar biasa dipanggil teman-temannya—bergabung dalam program perusahaan sekolah yang diperkenalkan Prestasi Junior Indonesia (PJI).

Jabatan Presiden Direktur Empire Student Company, begitu nama perusahaan sekolah ini, baru dilepas Zulfikar pekan lalu untuk persiapan Ujian Nasional 2009.

Zul dan kawan-kawannya mengelola perusahaan sekolah dengan modal awal Rp 250.000. Modal ini mereka dapat dari penjualan 25 lembar saham secara sukarela kepada guru dan siswa.

Masa kerja tim manajemen perusahaan sekolah ini selama satu tahun. Pada akhir masa kerja, perusahaan dilikuidasi, laba dibagi kepada pemegang saham, kemudian dibentuk lagi perusahaan baru dengan tim manajemen yang terdiri atas siswa-siswa baru pula.

”Dalam beberapa bulan operasional, perusahaan sekarang punya uang Rp 2.281.850, dengan laba bersih lebih dari satu juta rupiah,” ujar Zul.

Bukan nilai nominal itu yang menarik perhatian. Namun, kiprah siswa-siswa ini mengelola modal ternyata memberi mereka inspirasi untuk menjadi wirausaha.

Beragam kegiatan mereka lakukan, mulai dari berjualan cokelat buatan kerabat, menjual minuman pada jam istirahat di kelas-kelas di lantai atas yang cukup jauh dari kantin, hingga menyewakan alat makan dan sandal jepit untuk shalat bersama di sekolah.

Kegiatan paling seru tentu menggelar dagangan pada acara bazar, termasuk di pusat perbelanjaan.

”Sebagian barang kami jual dengan konsinyasi, kalau enggak laku dikembalikan. Ada juga yang kami beli putus. Rata-rata jualan harian atau bazar laku banget. Yang lambat perkembangannya tuh penyewaan sandal jepit,” ujar Lisky Nui (14), salah satu manajer di Empire Student Company.

Siswa-siswa ini juga belajar berbisnis di lingkungan yang lebih luas dari sekolah. Empire, misalnya, pernah berdagang barang kerajinan dengan 2K6 Student Company dari Ohio, Amerika Serikat, melalui internet.

Pada akhir masa jabatannya, mereka juga membuat evaluasi bisnis. ”Perusahaan sekolah ini perlu lebih banyak mengikuti bazar, bukan hanya saat pameran pelajar, ulang tahun sekolah, atau penerimaan rapor,” ujar Lisky Nui.

Tahun depan, di sekolah menengah atas, Zulfikar sudah membayangkan tahapan berikut untuk memperkaya pengalamannya berbisnis.

”Di SMA nanti, aku akan ikut jualan multilevel marketing. Ada banyak perusahaan seperti itu yang modal awalnya enggak besar dan jualannya jelas. Kalau enggak cocok di satu perusahaan bisa ganti yang lain. Yang penting bisa sekolah sambil jualan,” ujarnya.

Transformasi

Perusahaan sekolah bukan hanya ada di Madrasah Pembangunan. Lebih dari 70 sekolah di berbagai daerah di Indonesia saat ini mengikuti program yang dipromosikan PJI ini. PJI merupakan lembaga nonprofit yang berafiliasi dengan jaringan global Junior Achievement.

Program pendidikan kewirausahaan ini ditujukan untuk siswa dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, tentu dengan model yang berbeda-beda.

”Pendidikan kewirausahaan perlu dipelajari dari kanak-kanak. Di situ ada nilai kejujuran, inisiatif, kepercayaan diri, kemampuan memimpin, dan bekerja sama yang ditanamkan,” ujar Direktur Eksekutif PJI Marzuki Darusman.

Marzuki mencontohkan, perusahaan sekolah memunculkan transformasi diri bagi siswa-siswa sekolah menengah di Kutai Timur, Kalimantan Timur, misalnya, ketika mereka bisa menjual dodol salak kepada siswa sekolah menengah di Boston, AS.

Ada juga siswa sekolah yang memenangi kompetisi penyusunan rencana bisnis di Dublin, Irlandia.

Pelajaran berbisnis sejak belia bukanlah ”promosi” materialistis. Kewirausahaan justru mendorong seseorang menggali potensi diri dan lingkungannya serta berani berkreasi mengembangkan potensi itu.

Kemampuan tersebut bukan saja berguna bagi kalangan pebisnis. Kalangan birokrat juga perlu memiliki jiwa kewirausahaan agar ekonomi negara bisa maju tanpa korupsi.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/03/07415256/belajar.mewujudkan.mimpi.sejak.belia

Banyak Guru Belum Paham Paradigma Pembelajaran

JAKARTA,SABTU - Pergeseran paradigma proses pendidikan, menurut pakar pendidikan Diana Nomida Musnir, agaknya belum dipahami sepenuhnya oleh para pendidik di Indonesia. Perubahan paradigma dari 'pengajaran' ke 'pembelajaran' merupakan perpindahan pusat proses pendidikan dari guru ke murid, dari transfer pengetahuan ke transformasi pengetahuan. Pasalnya, guru sendiri belum siap dengan kondisi ini.

"Misalnya, akhir-akhir ini karena ramai isu kenaikan BBM, kita sering dengar istilah 'barrel' tapi nggak paham tentang istilah itu," ujar Diana dalam Workshop Nasional Penerapan Model Pembelajaran Inovatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial Di Sekolah di Jakarta, Sabtu (17/5). Diana sempat menanyakan makna 'barrel' ke para peserta workshop namun ternyata banyak yang tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, menurut Diana, perubahan paradigma tersebut meminta para guru untuk memperkaya diri terlebih dahulu sehingga anak didik memperoleh wawasan yang kaya pula.

"Bagaimana kita mengharapkan anak didik kita utuh kalau kita sendiri tidak utuh dan tidak belar untuk utuh? Ini bisa dapat dicapai bukan dengan pembelajaran monodisiplin, multi maupun inter, tapi transdisiplin," ujar Diana. Selain itu, pada faktanya kebutuhan murid belum dijadikan sentral oleh para guru supaya potensi murid dapat digali secara optimal. "Kita ini adalah pelayan anak. tapi sampai sekarang ini, kita banyakan menuntun anak atau malah menuntut," tandas Diana.

Proses pembelajaran harus dikembangkan menggunakan prinsip pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, atau yang biasa disebut PAKEM. Secara aktif, guru harus belajar memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang atau mempertanyakan siswa. Secara kreatif, guru harus mampu mengembangkan kegiatan yang beragam dengan alat bantu yang sederhana.

"Tantangan biasanya adalah alat bantu yang mahallah atau apa, tapi sebenarnya guru bisa mulai dengan sederhana, memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita untuk menantang murid kreatif. Murid yang kreatif itu yang bisa merancang membuat sesuatu, menulis dan mengarang," tukas Diana.

Sedangkan untuk membuat sesuatu yang menyenangkan, guru harus belajar untuk tidak membuat anak takut ketika salah atau tidak menganggapnya remeh. Caranya yang sederhana, menurut Diana, melalui raut muka yang tidak segera berubah ketika anak salah menjawab sehingga anak tersebut tidak takut lagi mengeluarkan pendapatnya dalam kesempatan lain.

Sumber: http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/05/17/11430214/banyak.guru.belum.paham.paradigma.pembelajaran.

Sabtu, 30 Mei 2009

Santet Masuk Kurikulum SD di India

Siswa Sekolah Dasar (SD) di India akan mendapat pelajaran baru. Ilmu tenung atau santet. Maksudnya tentu bukan untuk menyakiti orang lain. Tapi sebagai upaya untuk melenyapkan takhayul-takhayul yang melatarbelakangi pembunuhan mengerikan karena seseorang disantet.

Praktik santet memang bukan seseatu yang asing bagi masyarakat India. Mereka percaya tukang tenung mampu menyakiti manusia dan hewan serta merusak panen.

Pada tahun 2003, sekitar 750 orang, sebagian besar perempuan, dibunuh dalam perburuan tukang santet di daerah Assam dan Bengali Barat. Bahkan satu keluarga yang terdiri dari empat orang dirajam lalu dikubur hidup-hidup akibat tuduhan menyantet keluarga kepala desa. Tak kalah mengerikan, dua orang dibunuh karena dituduh tukang santet. Kepala mereka dipenggal lalu diarak di jalan-jalan di Assam.

Beberapa kalangan berpendapat penerapan kurikulum santet itu penting karena kepercayaan-kepercayaan terkait takhayul harus dihapus jika India memang ingin perburuan terhadap tukang santet berakhir.

Namun beberapa akademisi yakin perburuan tukang tenung tak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi. Kelompok ini mengklaim perbaikan penghasilan, bukan pendidikan, merupakan cara terbaik untuk menghapus kepercayaan pada ilmu hitam.

Beberapa penelitian memang menunjukkan lebih banyak 'tukang tenung' dikenali di masa-masa sulit. Misalnya di Eropa pada abad ke-16 dan 17. Sekitar 1 juta perempuan dibunuh karena disangka mempraktikkan ilmu hitam.

Perburuan tukang santet juga terjadi di distrik Meatu, Tanzania. Hampir separuh pembunuhan terkait kasus santet. Sementara hampir semua korban adalah perempuan tua dari keluarga miskin.

Dalam sebuah seminar, dosen Universitas Columbia Raymond Fisman mengatakan, pembunuhan terhadap tukang santet menjadi semacam wabah. Biasanya terjadi saat hasil panen buruk. “Mereka menyalahkan orang-orang yang disebut tukang tenung. Yang dijadikan sasaran adalah orang yang menghabiskan paling banyak tapi menghasilkan tersedikit dalam keluarga. Siapa? Nenek,” beber Fisman.

Kesimpulannya, kata Fisman, cara tercepat untuk menghilangkan praktik perburuan tukang santet adalah memberi pensiun kepada perempuan tua. Dengan begitu nenek yang awalnya menjadi beban keluarga berubah menjadi pemilik harta. Cara ini pernah dijalankan di Provinsi Utara di Afrika Selatan pada tahun 1990-an. Dan berhasil. tol/kis

http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/25/09160778/santet.masuk.kurikulum.sd.di.india.......

Tanaman Obat dan Manfaat Jamu Perlu Masuk Kurikulum Sekolah

JAKARTA, KAMIS - Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) meminta materi tentang pengenalan tanaman obat dan pengetahuan manfaat jamu dicantumkan dalam kurikulum wajib di lembaga pendidikan.

"Kami mengharapkan melalui lembaga pendidikan yang dikelola Departemen Kesehatan seperti Akademi Perawat, Akademi Kesehatan, dicantumkan kurikulum wajib tentang pengenalan tanaman obat sekaligus pengetahuan manfaat jamu," kata Ketua Umum GP Jamu, DR Charles Saerang, di Jakarta, Kamis (11/12).

Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional GP Jamu 2008 yang dihadiri sejumlah pejabat dan para pengusaha jamu dari seluruh Indonesia.

Charles mengatakan, kurikulum wajib tersebut diharapkan pula diisi penjelasan tentang berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai instansi penelitian.

"Dengan begitu siswa atau mahasiswa di sekolah atau akademi tersebut dapat mengikuti perkembangan dunia usaha jamu," katanya.

Upaya itu juga perlu dilakukan untuk memperkenalkan produk-produk jamu yang berkhasiat dalam peningkatan kesehatan rakyat.

"Kami menyadari perlunya sumber daya manusia yang handal khususnya di bidang kesehatan," katanya.

Sebab hingga kini faktanya di lapangan, belum banyak tenaga kesehatan yang mengenal khasiat tanaman obat apalagi peran produk jamu bagi kesehatan masyarakat.

Sampai saat ini tercatat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup di Indonesia dan hanya kurang dari 1.000 jenis yang diketahui berkhasiat obat. Dari 1.000 jenis itu hanya sekitar 300 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh industri jamu dan 50 spesies telah dibudidayakan secara komersial.

Charles menilai fakta itu menjadi potensi tersendiri bagi Indonesia termasuk SDM di Tanah Air untuk mengembangkan jamu sebagai salah satu produk unggulan bangsa.

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/11/15555991/tanaman.obat.dan.manfaat.jamu.perlu.masuk.kurikulum.sekolah

Presiden Harapkan Tsunami Drill Masuk Kurikulum Sekolah

MANADO, SABTU — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap pelaksanaan Tsunami Drill atau latihan massal evakuasi tsunami bisa masuk kurikulum sekolah. Dengan demikian, siswa bisa dididik secara dini cara mengantisipasi ancaman bencana alam itu. Hal tersebut disampaikan juru bicara Presiden, Andy Malarangeng.

"Langkah paling ideal untuk mensosialisasikan pencegahan terhadap tsunami melalui sekolah sehingga anak-anak benar-benar dibekali langkah penanggulangan secara efektif," kata Andy seusai menghadiri rapat terbatas kabinet yang turut diikuti Gubernur Sulut SH Sarundajang dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhamad, Jumat (26/12) di Manado.

Selain usulan untuk masuk kurikulum, Tsunami Drill yang dilakukan di Manado hari ini dan daerah lainnya harus dimatangkan dengan memperhatikan semua jalur-jalur evakuasi penduduk. Pemerintah daerah juga diminta untuk membuat desain tentang jalur evakuasi penduduk secara permanen, serta langkah pertolongan pertama pada kecelakaan.

Sementara itu, Wakil Walikota Manado Abdi Buchari mengatakan, pelaksanaan Tsunami Drill di daerah itu akan dilibatkan sebanyak 5.000 orang sebagai relawan, yang sebagian besar tinggal di pesisir pantai.

"Pemerintah sudah menggerakkan kehadiran masyarakat, PNS, dan semua stakeholder di Manado agar kegiatan tersebut sukses," katanya. Ia sambil berharap daerah lain turut membantu menghadirkan relawan karena target masyarakat pada simulasi itu sebanyak 15.000 orang.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/27/08130272/presiden.harapkan.tsunami.drill.masuk.kurikulum.sekolah.

Permainan Tradisional Diusulkan Masuk Kurikulum

MEDAN, RABU--Aneka permainan tradisional diusulkan dijadikan muatan lokal pada kurikulum pendidikan setidaknya diperkenalkan sejak Sekolah Dasar (SD), guna meredam dampak perubahan peradaban yang cenderung kearah negatif.

Staf peneliti Balai Bahasa Medan (BBM), Agus Mulia, di Medan, Selasa, mengatakan, dewasa ini anak-anak sudah terlalu jauh melangkah mengenal permainan modern seperti play station, video games maupun permainan lainnya yang cenderung memaksa orangtua untuk memenuhi kebutuhan itu.

"Kalau di sekolah sudah ada muatan lokal permainan tradisional, maka para orangtua tidak perlu lagi mengeluarkan biaya mahal untuk memberikan permainan tersebut pada anaknya," katanya.

Selain itu, dengan masuknya permainan tradisional masuk kurikulum muatan lokal juga sekaligus mengantisipasi musnahnya aneka permainan yang merakyat dan mendidik itu.

"Anak jaman sekarang tidak lagi mengenal permainan seperti gasing, galasin, petak umpet, benteng, maupun patok lele. Padahal aneka permainan tradisional itu memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi demi memupuk rasa kebersamaan,"katanya.

Nilai budaya tradisional rasa sosial yang ada pada masyarakat kian lama semakin tersisih dari kehidupan masyarakat terutama untuk anak-anak.

Mengantisipasi hal itu anak-anak pada usia sekolah terutama pada tataran SD hendaknya sudah diperkenalkan permainan tradisional. Dengan begitu kebudayaan dan rasa sosial yang tinggi dapat dimiliki anak-anak sejak dini.

Pengamat pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU), Zulnaidi,mengatakan, permaianan tradisional sangat baik jika diajarkan di sekolah, namun permaian yang akan dijadikan kurikulum muatan lokal tersebut harus mengandung unsur-unsur edukasi.

"Untuk mewujutkan hal itu disetiap sekolah, dinas pendidikan harus menjalin kerjasama dengan dinas pariwisata agar muatannya lebih terpola terhadap anak didik," katanya.(ANT)

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/19/07314438/permainan.tradisional.diusulkan.masuk.kurikulum

Perguruan Adabiah Dengan Kurikulum Plus

PADANG, SABTU- Perguruan Adabiah Padang yang dikelola Yayasan Syarikat Oesaha Adabiah sejak 93 tahun lalu tetap menunjukkan ciri pendidikan yang khas. Lahir dalam bentuk pendidikan umum, namun berjiwa Islam dan kebangsaan.

"Karena itu, jangan heran Perguruan Adabiah yang dimotori kelahirannya oleh Dr Abdullah Ahmad, ulama dan tokoh pembaharuan pendidikan Islam Minangkabau, banyak melahirkan tokoh-tokoh berkaliber nasional dan internasional," kata Ketua YSO Adabiah Prof Muchlis Muchtar, pada peringatan 93 Tahun Perguruan Adabiah, Sabtu (93/8) di Padang.

Perguruan Adabiah kini mengelola pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, sampai perguruan tinggi, berupa Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi.

Muchlis Muchtar menjelaskan, Adabiah selain melaksanakan proses belajar-mengajar dengan menggunakan kurikulum nasional, juga melaksanakan pendidikan plus seperti pengetahuan komputer dengan labor komputer berkapasitas 165 unit komputer dan internet, pendidikan agama Islam. Khusus untuk murid sekolah dasar mereka ditampung dalam MDA Adabiah.

Untuk menghadapi tantangan global, siswa dibekali pelajaran bahasa Inggris plus. Untuk mengenal akar budaya, siswa juga dibekali keterampilan silat tradisi Minangkabau.

"Untuk obyektivitas, penilaian hasil akhir kemampuan siswa, Adabiah Padang menggunakan penilaian sistem scanner sebagai alat pemeriksa ujian. Sehingga dalam penilaian bukan lagi ditentukan oleh keinginan guru melainkan murni hasil kemampuan siswa. Saat ini di Sumatera Barat baru Adabiah yang memakai sistem scanner," kata Muchlis Muchtar.

Di samping itu, untuk menjaga kebugaran dan menyalurkan bakat dan minat siswa, Perguruan Adabiah melaksanakan Krida setiap hari Jumat. Dengan berolahraga jiwa dan raga akan sehat. Dalam jiwa yang sehat terdapat otak yang cerdas.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/23/22323746/perguruan.adabiah.dengan.kurikulum.plus