Minggu, 31 Mei 2009

Pembinaan Kesiswaan

Pembangunan di bidang pendidikan diarahkan kepada pengembangan sumberdaya manusia yang bermutu tinggi, guna memenuhi kebutuhan dan menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. Melalui pendidikan, sumberdaya manusia yang bersifat potensi diaktualisasikan hingga optimal; dan seluruh aspek kepribadian dikembangkan secara terpadu.

Sejalan dengan peningkatan mutu sumberdaya manusia, Departemen Pendidikan Nasional terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (Direktorat PSMP), Ditjen Mandikdasmen, dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya, baik pengembangan mutu pembelajaran, pengadaan sarana dan prasarana, perbaikan manajemen kelembagaan sekolah, maupun pembinaan kegiatan kesiswaan.

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah tidak hanya terpaku pada pencapaian aspek akademik, melainkan aspek non-akademik juga; baik penyelenggaraannya dalam bentuk kegiatan kurikuler ataupun ekstra-kurikuler, melalui berbagai program kegiatan yang sistematis dan sistemik. Dengan upaya seperti itu, peserta didik (siswa) diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang utuh; hingga seluruh modalitas belajarnya berkembang secara optimal.

Di samping itu, peningkatan mutu diarahkan pula kepada guru sebagai tenaga kependidikan yang berperan sentral dan strategis dalam memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik di sekolah. Peningkatan mutu guru merupakan upaya mediasi dalam rangka pembinaan kesiswaan. Tujuan dari peningkatan mutu guru adalah pengembangan kompetensi dalam layanan pembelajaran, pembimbingan, dan pembinaan kesiswaan secara terintegrasi dan bermutu.

Dengan demikian, dalam pembinaan kesiswaan terlingkup program kegiatan yang langsung melibatkan peserta didik (siswa) sebagai sasaran; ada pula program yang melibatkan guru sebagai mediasi atau sasaran antara (tidak langsung). Namun, sasaran akhir dari kinerja pembinaan kesiswaan adalah perkembangan siswa yang optimal; sesuai dengan karakteristik pribadi, tugas perkembangan, kebutuhan, bakat, minat, dan kreativitasnya.

Sumber: http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/pembinaan-kesiswaan/

Manajemen sarana dan prasarana Islam

Pada 1950an, tepatnya setelah 5 tahun Indonesia merdeka, pemerintah telah melakukan suatu usaha-usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya generasi muda. Meskipun berjalan dengan apa adanya, beberapa lembaga pendidikan telah didirikan mulai tingkat Sekolah Dasar sampai ke Perguruan tinggi.

Pada masa itu, peralatan, sistem penerangan, sistem persuaraan (mikrofon) adalah sangat-sangat sederhana, sesuai dengan apa yang ada di tempat-tempat tersebut. Jangan tanya lagi tentang sistem visual, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Semuanya serba terbatas. Tidak ada rotan, akar pun ok. Pokoknya pendidikan harus berjalan. Lain halnya dengan keadaan sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan pesatnya, sehingga menuntut kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan itu sendiri.

Bertolak dari semua itu, kelengkapan atau canggihnya suatu sarana dan prasarana pendidikan sebenarnya bukan suatu kesempurnaan atau tidak dapat dijadikan ukuran, jika tidak dikelola dan didayagunakan dengan baik dansesuai dengan fungsinya. Dari sinilah pentingnya manajemen dalam pendidikan diterapkan. Dan hal ini kita kenal dengan sebutan Manajemen Sarana Dan Prasarana Pendidikan Islam (khususnya dalam lembaga pendidikan Islam).

Sumber: http://ridu0ne.wordpress.com/2008/12/16/manajemen-sarana-dan-prasarana-pendidikan-islam/

Sistem evaluasi formal dan nonformal terhadap pengajar di Jepang

Sistem Evaluasi adalah sistem yang menjadi mutlak dalam proses belajar mengajar. Guru mengevaluasi kemampuan siswa adalah hal yang sudah biasa, tetapi siswa yang menilai pengajaran guru barangkali masih langka di negara kita.

Selama menjadi pengajar part time di sebuah lembaga bahasa yang cukup bonafid dengan cabang yang hampir ada di seluruh dunia, saya sudah 3 kali mendapatkan evaluasi. Saya memulai karir di sana dengan kritikan cara mengajar, disiplin waktu, dll yang kadang-kadang membuat saya ingin berhenti saja. Atasan saya kadang-kadang menempatkan saya di ruang bervideo dan mengamati cara mengajar. Tindakan ini semula menyakitkan tapi lama-lama saya bisa menerimanya dengan lapang dada, kritikannya cukup membangun. Siswa biasanya mengisi lembaran evaluasi yang tidak ditunjukkan kepada pengajar. Hasil total evaluasi dalam bentuk persentase hanya disampaikan kepada atasan secara langsung kepada pengajar. Berdasarkan hasil evaluasi yang diberikan oleh siswa dan atasan, maka jumlah jam dan kepercayaan untuk mengampu kelas akan ditentukan.

Saya juga mengajar di sebuah lembaga bahasa kecil dengan manajer yang sudah seperti bapak sendiri. Semula hanya satu siswa yang saya pegang yang kemudian bertambah menjadi dua, dan selanjutnya semakin bertambah. Saya senang mengajar mereka, dan saya lebih-lebih menjadi senang ketika mereka bersemangat dan senang belajar bahasa Indonesia. Banyak yang menjadi murid saya dalam jangka waktu yang lama. Kadang-kadang saya khawatir mereka menjadi bosan, tapi kelihatannya tidak,sebab mereka minta diajar setiap minggu. Penilaian di lembaga ini tidak berlangsung secara resmi, tetapi manajer biasanya menanyakan secara basa-basi kepada siswa dalam obrolan biasa tentang kelas yang diberikan oleh seorang pengajar.Dari situ biasanya manajer secara obrolan biasa juga menyampaikan kepada pengajar hasil penilaian siswa, misalnya : kelas anda menarik, atau karena banyak percakapan, murid-murid sangat senang. Tetapi kadang-kadang pula langsung memuji dan ujung-ujungnya biasanya mempercayakan setiap ada murid baru.

Di semua universitas di Jepang telah diberlakukan sistem evaluasi terhadap dosen yang dilakukan oleh mahasiswa. Sistem evaluasi ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki pengajaran, tetapi kadang-kadang mahasiswa mengisinya dengan malas atau sangat dipengaruhi oleh senang tidaknya dia dengan pelajaran bersangkutan.

Ada 4 poin utama yang dinilai yaitu :

  1. Partisipasi/Kehadiran/Keaktifan siswa dalam kuliah bersangkutan (ada 3 poin yang ditanyakan)
  2. Tentang perkuliahan secara umum (ada 4 poin)
  3. Tentang pengelolaan kelas, misalnya ketepatan waktu, keseriusan guru menegur siswa yang terlambat atau melakukan kejahilan di kelas, dll (ada 7 poin)
  4. Penilaian secara umum (4 poin).

Dan ada kolom khusus untuk memberikan tanggapan bebas kepada dosen pengajar.

Hasil evaluasi seperti ini sangat bermanfaat bagi para pengajar. Saya biasanya memberikan lembaran khusus kepada mahasiswa untuk menulis apa saja tentang kelas yang saya pegang, sebab saya pikir akan lebih mudah mengetahui keinginan siswa dalam bentuk uraian daripada sekedar angka yang berupa persentasi.

Tetapi selain bentuk formal seperti itu, pernyataan langsung mahasiswa misalnya “kuliah Ibu menarik dan membuat saya ingin mengambilnya lagi semester depan” adalah juga bentuk evaluasi yang jujur.

Tulisan asli dari artikel ini dan artikel menarik lainnya sekitar dunia pendidikan dapat juga langsung diakses melalui: Sistem Evaluasi Terhadap Pengajar

Murni Ramli. Lulusan Institut Pertanian Bogor ini pernah berprofesi sebagai tenaga pendidik di dua sekolah berasrama (boarding school) di Bogor. Dalam kesibukannya saat ini sebagai Kandidat Doctor (PhD) di bidang Manajemen Sekolah di Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan, Beliau sangat aktif menulis tentang informasi dan pandangannya seputar manajemen & dunia pendidikan serta berbagai informasi menarik tentang negeri, budaya dan pandangan orang-orang Jepang. Pemilik blog “Berguru” ini juga sangat menyenangi dunia Penelitian dan Pengembangan serta mempelajari berbagai bahasa sehingga bisa menguasainya dengan cukup baik, di antaranya: Bahasa Inggris, Jepang, Arab, Jawa, Bugis dan sedikit Bahasa Sunda.

Sumber: http://indosdm.com/sistem-evaluasi-formal-dan-nonformal-terhadap-pengajar-di-jepang

Renungan terhadap Hasil Evaluasi Belajar

Oleh : Edy Yusmin
HASIL evaluasi belajar (kelulusan) siswa dijenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah cukup memprihatinkan, baik bagi siswa, orangtua, maupun masyarakat umumnya. Bahkan seorang pengamat pendidikan mengatakan bahwa kenyataan ini menunjukkan mutu pendidikan di Kalbar masih rendah. Ironisnya beberapa waktu sebelumnya ada sebagian pejabat terkait mengatakan optimis UAN meningkat dan lebih baik dari tahun sebelumnya (Pontianak Post, 7 Juni 2005), Diknas Kalbar Optimis Siswa Lulus 99 Persen (Pontianak Post, 13 Juni 2005), Dewan dan Diknas Kota Optimis Siswa SD Lulus 100 Persen (Pontianak Post, 14 Juni 2005).

Namun dibalik kenyataan tersebut, semua komponen yang merasa terlibat dengan proses pendidikan di Kalbar ini perlu melakukan renungan dan evaluasi diri masing-masing, serta tidak saling menyalahkan atau melempar tanggungjawabnya.

Para pakar pendidikan mengatakan bahwa keberhasilan belajar dipengaruhi oleh berbagai komponen. Oleh karena itu setiap pihak terkait perlu merenungkan apa saja yang telah dilakukan selama ini?

Bagi para pendidik sebagai tenaga lapangan yang terlibat langsung dengan proses pembelajaran, apakah benar telah melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan profesinya? Apakah benar yang telah dipaparkan dari hasil penelitian bahwa sebagian guru belum atau tidak sering melakukan evaluasi-evaluasi formatif? Pernahkah para guru mencermati kesulitan belajar siswanya dan faktor penyebabnya? Bagi guru-guru yang telah mengikuti pelatihan-pelatihan peningkatan mutu, apakah pernah atau sering menerapkan hasilnya setelah kembali dari pelatihan?

Ketika dilakukan peninjauan kebeberapa sekolah, ternyata tidak begitu tampak perbedaan aktivitas pembelajaran yang dilakukan antara guru yang telah mengikuti suatu pelatihan dengan guru yang sama sekali belum mengikuti pelatihan. Bahkan ada guru/sekolah yang baru siap dengan media pembelajarannya ketika dikunjungi/ditinjau. Namun ada juga para pendidik di suatu sekolah sudah siap dengan perubahan/kebijakan yang sedang dilakukan.

Bagi para Kepala Sekolah yang bertugas memfasilitasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, apakah benar-benar sudah memberikan fasilitas yang layak dan memadai? Apakah para Kepala Sekolah tahu media/alat pembelajaran yang dibutuhkan para guru dengan mencermati media/alat yang tercantum di setiap Rencana Pembelajaran yang dibuat guru? Kenyataan dilapangan menunjukkan ada sebagian guru di salah satu SMP yang mengeluh karena harus menyediakan alat /media pembelajaran sendiri, atau memfotocopy sendiri bahan yang akan dibagikan kepada siswanya. Apakah dana-dana hibah untuk peningkatan mutu seperti BOMM telah digunakan secara tepat?

Bagi para penilik dan pengawas yang bertanggung jawab dalam memonitoring dan mengevalausi proses pembelajaran oleh guru, apakah benar telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan jabatan pengawas? Apakah benar yang dipaparkan dari hasil penelitian bahwa pengawas/penilik sebagian besar hanya melakukan monitoring dibidang administratif? Apakah pembagian waktu tugasnya di lapangan sudah proporsional?

Pejabat dinas terkait perlu merenungkan apakah telah menempatkan kepala-kepala sekolah secara tepat dan benar, sehingga diharapkan mampu mengelola unit sekolahnya dan dapat memberdayakan para guru? Apakah telah memberikan dukungan yang memadai demi terciptanya proses pembelajaran yang berkualitas? Apakah pertanyaan-pertanyaan optimis di atas punya dasar yang kuat?

Bagi para anggota tim penyusun alat evaluasi, apakah instrumen yang disusun telah memenuhi kriteria sebagai alat instrumen yang baik atau valid, ataukah instrumen evaluasi dibuat mengukur kemampuannya sendiri yang sudah menjadi sarjana? Apakah sudah dilakukan analisis terhadap standar penguasaan minimal materi bagi siswa yang mengikutinya di setiap jenjang pendidikan dalam menyusun evaluasi?

Khusus bagi para siswa yang mengikuti evaluasi, apakah benar-benar sudah mempersiapkan diri menghadap

sumber: http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=93494

Pesantren Lebih Percaya Diri

JAKARTA, SELASA- Pesantren yang berada di pelosok kampung, bisa tampil lebih percaya diri dengan keberadaan komputer yang terhubung dengan jaringan internet. Apalagi, jika masyarakat sekitarnya sebagian besar masih asing dengan internet.

Demikian disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren An Nizhomiyah Tubagus Encep dalam rembug program pembelajaran terbuka dan jarak jauh yang memanfaatkan pembelajaran melalui internet di Jakarta, Selasa (8/4).

"Meski kami di kampung, karena punya koneksi internet, kami merasa tersambung dengan dunia luar dan tidak buta informasi tentang apa saja yang terjadi di dunia," ujarnya Menurut Tubagus, keikutsertaan pesantrennya dalam program pembelajaran jarak jauh ini juga mampu meningkatkan posisi tawar pesantrennya, bukan saja di masyarakat sekitar, tetapi juga pemerintah daerah.

"Santri kami juga lebih percaya diri dan harga diri naik. Merasa kaya, meski ditengah himpitan ekonomi yang sulit," ujarnya.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/04/08/13002774

Pemerintah Rumuskan Pembelajaran Peduli Lingkungan

SURABAYA, RABU -Menneg Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyatakan Menneg LH telah sepakat dengan Mendiknas untuk merumuskan pembelajaran yang menanamkan kepedulian kepada lingkungan sejak dini.

Hal itu dikemukakan Meneg LH Rachmat Witoelar dalam studium generale bertajuk "Peran Strategis
Indonesia dalam Mengatasi Perubahan Iklim" di Rektorat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu petang.

Dalam kegiatan akhir pekan bulan Ramadhan 1429 H yang juga dihadiri aktivis lingkungan hidup Erna Witoelar dan Rektor Unair Prof Dr Fasich Apt itu, Menneg LH menyatakan kesepakatan dengan Mendiknas itu perlu dirumuskan dalam aksi riil.

"Aksi riil itu antara lain dengan mengkampanyekan sikap peduli lingkungan melalui bintang-bintang cilik anak-anak, karena itu saya berharap Unair juga turut mengambil peran strategis dalam aksi riil itu," katanya.

Ada tiga langkah strategis yang dapat dimainkan Unair yakni mengkaji sifat kekhasan alam Jawa Timur sebagai rona lingkungan strategis.

Langka lainnya, memberikan kajian ilmiah terhadap potensi sumber daya alam dan faktor resiko dalam proses pemanfaatannya, serta menganalisa kompleksitas masalah kekinian (lumpur, dampak sosial, dan keanekaragaman hayati).

"Peran strategis yang dimainkan itu harus merujuk pada hasil Bali Roadmap sebagai komitmen internasional atau Millenium Development Goals (MDGs)," katanya.

Menurut dia, Bali Roadmap merupakan hasil nyata
Indonesia sebagai tuan rumah dalam pertemuan internasional yang hasilnya banyak diakui internasional dibanding hasil-hasil pertemuan lainnya.

"Untuk itu, aksi riil ke depan harus merujuk pada MDGs dengan memastikan keberlanjutan fungsi LH yakni membalik arah kecenderungan hilangnya sumber-sumber LH, mengurangi 50 persen proporsi manusia tanpa akses air minum yang aman dan berkelanjutan, serta mencapai tingkat perbaikan hidup yang jauh lebih baik bagi minimum 100 juta pemukim lingkungan kumuh," katanya.

Dalam `Bali Action Plan` juga telah diproses negosiasi untuk pasca2012, diantaranya melakukan kegiatan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, seperti kekeringan dan banjir.

"Negosiasi lainnta, upaya mereduksi emisi GRK, upaya mengembangkan dan memanfaatkan climate friendly technology, serta pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi. Tentunya, dengan menetapkan jadwal penyelesaiannya pada tahun 2009," katanya.

Menanggapi tawaran itu, Rektor Unair Prof Dr Fasich mengatakan Unair dengan beberapa program studi yang ada akan senantiasa membuat kajian-kajian dalam menyikapi perubahan iklim tropis.

"Misalnya, kami mengatasi wabah flu burung sebagai bagian lain dari dampak perubahan lingkungan, kemudian kami juga melakukan penelitian-penelitian penyakit yang timbul akibat perubahan iklim itu," katanya.

Selain itu, katanya, Unair juga melakukan kajian terhadap ikan dan sumberdaya alami yang tidak tampak keberadaannya, namun memiliki potensi yang tak ternilai terhadap pembangunan fisik dan psikis manusia, khususnya manusia
Indonesia.

"Teknologi pakan ternak yakni konsentrat, pengendalian efek gas buang, dan penemuan enzim alami sebagai pupuk organik telah ditemukan peneliti-peneliti Unair yang diharapkan menunjang usaha perbaikan lingkungan hidup di masa depan," katanya.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/24/2329401/pemerintah.rumuskan.pembelajaran.peduli.lingkungan

Pembelajaran Tari Gembira Pada Anak Tunarungu SDLB Kelas IV Di SDLB B Pertiwi Ponorogo

oleh: Anita Endang Asmorowati

Salah satu Sekolah Dasar Luar Biasa di Ponorogo yang menyelenggarakan pembelajaran seni tari adalah SDLB B Pertiwi Ponorogo. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian adalah; bagaimana pembelajaran “Tari Gembira” pada pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian bidang seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo dan apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran “Tari Gembira” pada pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian bidang seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo dan mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik telaah dokumen, observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan. Dan untuk mengecek keabsahan data dilakukan dengan trianggulasi yang terdiri dari trianggulasi sumber dan trianggulasi metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kelayakan dan kepatutan untuk menjadi guru seni tari tidak harus berlatar belakang dari jurusan Pendidikan Seni Tari. Menjadi guru seni tari di SDLB harus berlatar belakang dari Pendidikan Luar Biasa (PLB). Untuk menjadi guru seni tari yang kompeten perlu dibekali pelatihan dan pembelajaran tari secara mendalam. (2) Perangkat mengajar yang dibuat oleh guru seni tari adalah rencana pembelajaran dan silabus. Materi yang diajarkan pada kelas IV di SDLB B Pertiwi Ponorogo adalah “Tari Gembira”. Tarian ini merupakan hasil karya cipta dari guru seni tari yang bersangkutan. Gerakan “Tari Gembira” diperoleh dari pengalamannya ketika mengikuti penataran dan pelatihan tari, mengikuti kursus di sanggar tari serta dengan melihat CD tari. (3) Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM), dalam pembelajaran ini guru menggunakan metode manual/isyarat, metode latihan/drill dan metode demonstrasi. (4) Penilaian hasil pembelajaran, mencakup 2 aspek yaitu aspek afektif dan aspek psikomotorik. Penilaian harus berdasarkan dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. (5) Faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo ini adalah; minat siswa, kebijakan kepala sekolah yang tetap melaksanakan pembelajaran seni tari meskipun tidak memiliki guru yang mengajar bidang studi seni tari, guru seni tari yang telah membantu kelancaran pelaksanaan pembelajaran seni tari di SDLB B Pertiwi Ponorogo serta sarana prasarana yang menunjang di dalam pelaksanaan pembelajaran seni tari. Adapun faktor penghambat adalah keterbatasan kemampuan guru seni tari yang tidak bisa menyampaikan materi seni tari sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar (1) Pengorganisasian perangkat pembelajaran sebaiknya tetap dilaksanakan sehingga guru mempunyai pegangan atau pedoman dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dan berusaha semaksimal mungkin agar kegiatan pembelajaran di kelas sesuai dengan perangkat pembelajaran yang telah dibuat. Penilaian hendaknya dilakukan berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secar optimal. (2) Pihak sekolah diharapkan dapat meningkatkan serta menambah jumlah sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar kelayakan. Keberadaan sarana prasarana yang memadai akan membuat proses belajar mengajar berlangsung secara efektif dan efisien. (3) Konsep pembelajaran seni tari dan hubungan antara pembelajaran seni tari dengan kondisi pendengaran siswa tunarungu dapat dikaji secara mendalam pada penelitian selanjutnya. (4) Diharapkan adanya perhatian khusus dari Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo untuk mengupayakan tersedianya guru bidang studi seni tari. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

Sumber: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/seni-desain/article/view/427