Rabu, 18 Maret 2009

Sertifikasi Guru Dan Keterbukaan Informasi

Didunia ini niat baik saja tidak cukup untuk melahirkan suatu kemaslahatan. Tanpa dibarengi dengan tindakan hati- hati dan penuh perhitungan, niat baik itu bisa berujung pada kesia-siaan atau ketidakadilan bagi banyak orang. Demikian halnya dengan Piagam Sertifikasi Guru yang dicanangkan pemerintah. Namun, persoalan menjadi kompleks ketika Program Sertifikasi Guru dilakukan dalam skala nasional, harus menjangkau 2,3 juta tenaga guru dan menggunakan dana publik yang sangat besar, sehingga terjadi transfermasi dari “Program Sertifikasi Guru “ menjadi “Proyek Sertifikasi Guru”. Dalam konteks inilah Proyek Sertifikasi Guru mutlak berlangsung di atas fondasi transparansi dan keterbukaan informasi.

Urgensi transparansi dan keterbukaan informasi dalam konteks sertifikasi setidaknya bisa dijelaskan dari dua aspek. Pertama sertifikasi guru melibatkan dana publik yang sangat besar, pemerintah telah menentukan biaya sertifikasi untuk seorang guru Rp 15 juta. Kedua transparansi sertifikasi guru mutlak dibutuhkan karena menyangkut nasib dan kehidupan begitu banyak pihak. Tanpa hati-hati proyek sertifikasi guru hanya efektif untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok guru, tapi tidak benar-benar efektif meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam konteks ini keterbukaan bukan sebagai obat mujarab untuk mengatasi korupsi, melainkan sebagai safeguard agar sertifikasi guru tidak berhenti sebagai proyek penghambur-hamburan triliunan rupiah dana publik dengan efektivitas pencapaian tujuan yang buruk.

(Oleh : Agus Sudibyo, Kompas)

Tidak ada komentar: